Industri
Harga Minyak Sawit Tak Stabil, Holding PTPN Siap Wujudkan Harga Acuan CPO
MEDIABUMN.COM, Jakarta – Harga minyak sawit (CPO) di dalam negeri masih sering mengalami ketidakstabulan akibat admpak dari harga internasional.
Untuk itu, Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) menyerukan pentingnya menetapkan harga acuan secara nasional.
Terlebih Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia yang semestinya punya harga acuan sendiri, dan tidak tergantung pada international price.
Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Dwi Sutoro mengatakan tidak adanya harga acuan nasional sering kali mengakibatkan ketidakstabilan harga minyak sawit.
“Hal ini lantaran penawaran dan permintaan, maka kita berharap Indonesia bisa mengukuhkan posisinya untuk secara internasional dan juga di dalam negeri,” dalam Seminar Hybrid Majalah Sawit Indonesia, pekan lalu.
Dwi Sutoro menjelaskan, negara Indonesia memiliki kontribusi lebih dari 55 persen produksi sawit dunia, artinya punya kapasitas luar biasa.
Bahkan jika Indonesia berhenti tidak mensuplai CPO ke negara-negara lain, hal itu bisa merusak pasar global.
Sayangnya harga minyak sawit di Indonesia masih mengacu pada harga dua bursa utama dunia yaitu Rotterdam dan MDEX Malaysia.
Menurut Dwi, hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia termasuk PTPN III untuk minimal bisa sejajar dengan bursa-bursa kelas dunia tersebut.
“Sebagai produsen sawit dunia kita memang membutuhkan harga referensi, dan ini butuh kesepakatan dengan berbagai pihak termasuk pemerintah,” jelasnya.
Ia menambahkan, bursa CPO yang ideal merupakan bursa yang punya fungsi lengkap, yakni sebagai price reference (acuan harga), hedging (lindung nilai) dan price discovery (pembentukan harga).
Ketiga poin itu harus didapatkan dari proses yang fair, efisien, transparan, dan terpercaya sehingga harga minyak sawit Indonesia lebih stabil.
Namun ia mengakui membangun tata niaga komoditi CPO Indonesia butuh dukungan dari berbagai pihak dan perlu diskusikan sebagai tahap awal agar menjadikan Indonesia barometer sawit dunia.
“Untuk itu, kami mengusulkan agar pemerintah bisa memanfaatkan sistem perdagangan minyak sawit yang sudah ada seperti PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara,” ujarnya.
Selain itu, pembentukan tata niaga sawit juga harus mencakup 4 aspek, yaitu keadilan, efisiensi, nilai tambah, dan keberlanjutan.
Untuk itu, keterlibatan pemerintah, BUMN, dan swasta, diharapkan mampu membentuk satu sinergi yang positif agar tata niagasawit bisa semakian baik. []